Assalamu'alaikum.
Seorang muslim haruslah merenung dan selalu introspeksi mengenai pengaruh hawa nafsu terhadap dirinya, disini kita dituntut Jihad Melawan Hawa Nafsu khususnya kesabaran. Apabila kita tidak bisa mengendalikan amarah, maka perbuatan kita akan menimbulkan dampak yang tidak terpuji. Sikap marah kita terhadap orang yang telah mencaci orang yang kita sayangi.
Saya beri contoh: jika ada orang menghina Agama kita, orang ke 2 menghina orang tua kita, orang ke 3 menghina kekasih / pasangan kita dan orang ke 4 menghina idola kita. Maka disinilah kita di tuntut untuk membedakan tingkat kemarahan kita meskipun hati kita terluka. Dan disinilah kita di tuntuh untuk "Berjihad" melawan hawa nafsu kita.
Apakah kemarahanmu untuk memberikan hukuman dan pelajaran kepada mereka telah sesuai dengan ketentuan syariat? yaitu, kemarahanmu kepada orang pertama dan kedua hampir sama. Tetapi jauh lebih keras jika dibandingkan dengan yang lainnya. Kemarahanmu kepada orang keempat harus lebih lunak dibandingkan dengan yang awal, akan tetapi jauh lebih lunak jika dibandingkan dengan yang lainnya.
Seringkali kita mendengar di media televisi, surat kabar atau di internet. Kasus pembunuhan belakangan ini marak terjadi, padahal tidak sedikit pembunuhan tersebut di awali dengan hal yang sangat sepele. Jika anda masih ingat kasus pembunuhan yang di lakukan oleh salah seorang pelajar, peristiwa ini berawal dari hanya "rasa cemburu" yang berujung pada pembunuhan.
Periksalah dirimu ! Engkau akan dapatkan dirimu sendiri ditimpa musibah berupa perbuatan maksiat atau kekurangan dalam hal keimanan. Juga engkau dapati orang yang kau benci ditimpa musibah berupa perbuatan maksiat dan kekurangan lainnya dalam syariat yang tidak lebih berat dari maksiat yang menimpamu. Maka apakah engkau dapati kebencian kepada orang tersebut sama dengan kebencianmu terhadap dirimu sendiri? Dan apakah engkau dapatkan kemarahanmu kepadanya?
Sesungguhnya pintu-pintu hawa nafsu tidak terhitung banyaknya. Saya mempunyai pengalaman pribadi ketika memperhatikan satu permasalahan yang saya anggap hawa nafsu tidak ikut campur didalamnya. Saya mendapatkan satu pengertian dalam masalah tersebut, lalu saya menetapkannya dengan satu ketetapan. Setelah itu saya melihat sesuatu yang membuat cacat ketetapan tadi, tetap saja saya gigih mempertahankan kesalahan tersebut dan jiwaku menyuruhku untuk memberikan pembelaan dan menutup mata, serta menolak untuk mengadakan penelitian lebih lanjut secara mendalam. Hal ini dikarenakan ketika saya menetapkan pengertian pertama yang saya kagumi itu, hawa nafsu saya condong untuk membenarkannya.
Padahal belum ada seorangpun yang tahu akan hal ini. Maka bagaimana jika sekiranya hal tersebut sudah saya sebar luaskan ke khalayak ramai, kemudian setelah itu nampak olehku bahwa pengertian tersebut salah? Bagaimana pula apabila kesalahan itu bukan saya sendiri yang mengetahuinya melainkan orang lain yang mengkritikku? Maka bagaimana pula jika orang yang mengkritik tersebut adalah orang yang aku benci? Hal ini bukan berarti bahwa seorang muslim dituntut untuk tidak mempunyai hawa nafsu, karena hal ini diluar kemampuannya. Tetapi kewajiban seorang muslim adalah mengoreksi diri tentang hawa nafsunya supaya dia mengetahui kemudian mengekangnya dan memperhatikan dengan seksama dalam hal kebenaran sebagai suatu kebenaran. Apabila jelas baginya bahwa kebenaran itu menyalahi hawa nafsunya, maka dia harus mengutamakan kebenaran daripada mengikuti hawa nafsunya.
Seorang muslim terkadang dalam mengawasi hawa nafsunya. Ia bersikap toleran terhadap kebatilan sehingga akhirnya ia condong kepada kebatilan dan membelanya. Dia menyangka bahwa dirinya menyimpang dari kebenaran. Dan menyangka bahwa dirinya tidak sedang memusuhi kebenaran. Dan ini hampir tidak ada yang selamat darinya kecuali orang yang dipelihara oleh Allah Shuhanahu wa Ta'ala.
Hanya saja manusia kadarnya bertingkat dalam sikapnya terhadap hawa nafsu. Diantara mereka ada yang sering terbawa arus hawa nafsunya sampai melampaui batas sehingga orang yang tidak mengetahui tabiat manusia dan pengaruh hawa nafsu yang demikian besar menyangka bahwa orang tadi melakukan kesalahan yang fatal dengan sengaja. Diantara manusia ada yang dapat mengekang hawa nafsunya sehingga jarang mengikuti hawa nafsunya.
Untuk itu sudah saatnya kita kembali kepada Al Qur'an dan As Sunnah, hanya dengan kedua pegangan itulah kita akan selamat dunia dan akhirat. Bertanyalah kepada para Alim Ulama yang mempunyai wawasan Agama yang mumpuni, apabila terjadi perbedaan pandangan ketika kita belajar kedua pegangan tersebut. Berselisihlah dengan cara bijak dan berpedoman dengan As Sunnah, bukan dengan emosi dan peraturan kita sendiri.
Semoga artikel Jihad Melawan Hawa Nafsu ini bermanfaat, dan mudah-mudahan Allah Swt selalu memberikan petunjuk dan hidayah Nya kepada kita semua. Aamiiin.
No comments:
Post a Comment